Rabu, 03 Juli 2013

Safari Desa ke Naringgul

Sahabat KITA, pada tanggal 14-16 Juni 2013 lalu KITA bersafari ke sebuah desa di selatan kabupaten Cinajur. Dengan menggunakan dua mobil kijang dan avanza serta sebuah motor, 16 sahabat KITA berangkat menuju Naringgul setelah sholat isya. Sebenarnya ini molor empat jam dari jadwal yang telah ditentukan. Namun karena ada berbagai hal yang diluar rencana,
keberangkatan pun ditunda. Ada 500 paket alat sekolah (buku tulis, pensil, pulpen, serutas dan penghapus), sepatu baru dan layak pakai, baju layak pakai dan tas layak pakai siap dibagikan di desa yang hanya memiliki dua sekolah tingkat menengah atas. 

Rombongan sampai di Naringgul tepat pukul 00.30 waktu setempat. Perjalanan sejauh 160 km itu ditempuh dalam waktu 4 hingga 5 jam lamanya. Jalan yang berliku-liku dan minimnya penerangan menjadi hamabatan utama perjalanan sahabat KITA. Namun, keinginan bertemu adik-adik di Naringul seolah menjadi api yang membakar semangat untuk segera sampai disana. Dayung pun bersambut. Walaupun sudah tengah malam, namun Pak Catim (tokoh masyarakat) telah lama mennunggu kedatangan kami. Bak keluarga kerajaan yang datang, segala sesuatunya telah dipersiapkan sebelumnya. Dengan segala kesederhanaan, keluarga Pak Catim berusaha memberikan fasilitas terbaik untuk sahabat KITA. Setelah berbincang mengenai maksud dan tujuan KITA datang ke Naringgul, kami pun dipersilahkan untuk beristirahat. Mengingat banyak yang harus dikerjakan setelah matahari terbit. Dan dijadwalkan tepat jam delapan pagi KITA akan mengunjungi tiga sekolah dasar dan jika memungkinkan akan berkunjung pula ke SMP 1 Naringgul.

Perjalanan panjang semalam ditambah mempersiapkan segala perbekalan sejak pagi, membuat sahabat KITA tidur nyenyak dan bangun kesiangan. Semula sarapan yang dijadwalkan jam tujuh pagi, molor hingga satu jam. Menjelang pukul sembilan kami baru berangkat menuju sekolah-sekolah.

Sekolah pertama yang dikunjungi yaitu SD Datar Kubang. Letaknya tidak begitu jauh dari rumah Pak Catim. Ini adalah salah satu sekolah yang terdekat dari pemukiman warga. Karna sekolah yang lain jaraknya sangat jauh dari pemukiman warga. Bayangkan saja, untuk sampai ke sekolah tepat waktu, mereka harus berangkat  sejak subuh hari atau bahkan sesaat setelah melaksanakan shalat subuh karna memang tak ada angkutan umum. Yang ada hanya tukang ojeg dan tarifnya pun hingga Rp. 75.000 untuk sekali keberangkatan. Ketika sampai di Datar Kubang, kedatangan sahabat KITA disambut meriah oleh anak-anak yang tengah bermain di lapangan sekolah. Seperti kedatangan seleb papan atas yang dinanti para fans-nya. Sahabat KITA yang jumlahnya 16 orang langsung dikelilingi oleh anak-anak. Ada yang berbincang-bincang dengan anak-anak, ada yang bermain voli hingga bulu tangkis. Momen ini seolah mengembalikan ingatan kami saat masa kecil. Rasa haru muncul ketika melihat diantara mereka yang ke sekolah hanya mengenakan sendal jepit, sepatu lusuh, atau seragam yang sudah kekuningan. Namun, itu semua rasanya tak jadi halangan bagi mereka untuk terus menuntut ilmu. Senyum mereka yang tulus mengartikan bahwa, segala hal yang dihadapi sudah biasa dan bukan menjadi masalah.

Sementara itu, sebagian sahabat KITA yaitu Eki, Sita dan Ardi menemui pihak sekolah untuk menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan KITA ke SD Datar Kubang. Setelah itu, Puji sang motivator mengumpulkan anak-anak untuk memeberikan motivasi-motivasi kepada adik-adik yang masih sekolah. Usai kelas motivasi, KITA membagikan paket alat sekolah pada mereka yang hadir saat itu. Lengkap saja kebahagian terlihat di raut wajah kepolosan mereka ketika masing-masing mendapat paket tersebut. KITA juga menitipkan beberapa paket alat seklah untuk mereka yang tidak hadir. Setelah itu KITA berfoto-foto untuk dijadikan dokumntasi kegiatan. Sebenarnya sahabat KITA masih ingin bercengkrama lebih lama lagi, namun karna hari semakin siang dan masih banyak sekolah yang belum dikunjungi, maka KITA pun segera berpamitan dan bergegas menuju sekolah selanjutnya. Tak lupa kami KITA juga memberitahukan bahwa nanti malamnya akan ada nonton bareng di pusat desa dan banyak hadiah yang akan dibagikan. Mereka pun berjanji akan datang nanti malam beserta keluarga dan sanak saudaranya. 

Sekolah berikutnya yaitu SD Tutugan. Letaknya di Desa Tutugan Kecamatan Naringgul. Jaraknya cukup jauh dari SD Datar Kubang. Setelah mencari tahu alamatnya, diputuskan bahwa KITA akan kesana dengan menggunakan dua mobil dan satu motor, karena hari semakin siang dan dikhawatirkan tidak ada lagi siswa yang belajar. Sebelumnya, beberapa warga mengingatkan untuk hati-hati jika menggunakan mobil, karna medannya cukup terjal dan hanya bisa dilalui mobil tertentu seperti jeep misalnya. Namun KITA tetap pergi kesana dan sedikit tidak mengindahkan peringatan itu. Walhasil, Avanza yang dikendarai Ardi hampir saja kehilangan kendali (nyorosot) ketika di tanjakan berbatu. Aryanti yang memang mudah panik pun akhirnya memilih turun dari mobil dari pada ia tetap didalam melihat Ardi bersusah payah mengendalikan mobil. Beberapa waktu kemudian, mobil pun akhirnya berhasil naik ke puncak tanjakan. 

Apa yang diperkirakan benar terjadi. Ketika sahabat KITA sampai di SD Tutugan, murid-murid sedah tidak tampak satu pun. Sekolah sudah bubar dan hanya menyisakan beberapa guru. Ya sudah, akhirnya kami hanya menitipkan paket alat sekolah tersebut kepada guru sebanyak jumlah siswa yang hanya 145 orang. Setelah itu, KITA pun segera bergegas menuju SD Naringgul. Letaknya dipinggir jalan dekat dengan jalan menuju rumah Pak Catim, base camp KITA. Minimnya jalan membuat Dimas dan Ardi kesulitan putar balik. Mobil yang dikendarai Dimas terjebak, selip di ban kiri belakang dan bagian kiri depannya terjebak oleh batu besar yang hampir mengenai mesin depan. Ini sangat meyulitkan. Semua sahabat KITA yang pria (kecuali Ardi) bergotong royong membatu Dimas lepas dari jebakan itu. Sementara itu, Ardi harus memarkirkan mobil di jalan yang hanya bisa di lalui oleh satu mobil. Sekalipun ada lahan kecil, ternyata tidak cukup dan mobil hampir saja masuk jurang. Sahabat KITA yang perempuan-pun membantu Ardi mengangkat bagian belakang mobil dengan menggeserkannya sedikit demi sedikit. Lama kami berkutan dengan dua mobil yang terjebak ini. Dan berkat kerja sama yang solid akhirmya semua dapat terselesaikan. Keringat mengucur deras dari setiap Sahabat KITA. Namun rasa bangga karna berhasil seolah menghapuskan keringat yang bercucuran. 

Usai rehat sejenak setelah lolos dari jebakan, kami melanjutkan perjalanan munuju SD Naringgul. Kali ini lahan parkir luas karna di depan SD ada kantor kecamatan yang memiliki lahan yang sangat luas. Namun, kejadian yang sama di SD Tutugan pun terjadi. Tak ada siswa yang masih disekolah, hanya tinggal seorang guru itu pun hendak pulang. Jika terlambat lima menit saja, sudah dipastikan tak ada orang yang dapat kami temui. Hal yang sama kami lakukan dengan SD Tutugan pun dilakukan. KITA menitipkan paket alat tulis sejumlah siswa yaitu 120 orang untuk dibagikan ke siswa yang ada. 

Setelah itu, kami pun segera bergegas kembali ke mobil untuk mengunjungi SMP 1 Naringgul yang tak jauh dari sana. Namun belum juga kami masuk mobil, terlihat anak-anak sekolah bubar. KITA pun bergerak cepat untuk menjegat mereka. Dea, Rudi, Epul, Anis, dan beberapa sahabat KITA yang lain bergegas mengajak mereka untuk masuk ke lapangan parkir kantor kecamatan untuk mengadakan kelas motivasi dan membagikan paket alat tulis. Sebanyak 80 siswa berhasil memasuki halaman kantor kecamatan. Seperti biasa, Puji langsung bertindak sebagai motivator yang juga dibantu dengan teman-teman yang lain. Ada hal yang menggelitik sebagian sahabat KITA yang menyadari bahwa penjegatan ditengah jalan itu. Mereka yang tidak tahu apa-apa terpaksa mengikuti perintah orang asing seperti KITA.

Lepas itu, KITA kembali menuju base camp untuk makan siang dan mempersiapkan acara nonton bareng nanti malam. Setelah makan siang, ada yang tidur, karena kelelahan, dan ada juga yang mempersiapkan hadiah-hadiah untuk acara nanti malam. Setelah Adzan ashar, sahabat KITA mandi di sungai dekat rumah Pak Catim. Ternyata masih banyak warga yang memanfaatkan sungai sebagai tempat mencuci piring, mencuci pakaian bahkan mandi. Tak malu-malu mereka hanya mengenakan kain sarung untuk menutupi tubuhnya (untuk wanita). Ini merupakan kejadian langka yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Wajar saja, air yang mengalir masih sangat jernih. Airnya sejuk dan tidak begitu deras arusnya sehingga tidak begitu berbahaya bagi yang tidak ahli berenang. kedalamannya pun dangkal. Bagi sahabat KITA yang dari kota, tentu saja tidak ingin melewatkan kesempatan ini.

Usai sholat magrib, kami bersiap untuk nobar (nonton bareng). Sebagian ada yang memasak makan malam, sebagian ada yang ke pusat desa untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Hasil rapat memutuskan, film yang akan ditonton yaitu Alangkah Lucunya Negri Ini. Sebuah film yang mengajarkan arti pentingnya pendidikan. Acara malam ini bukan hanya nobar saja, karna ada puluhan doorprize yang siap dibagikan. Eki dan Puji yang membuka acara dengan langsung memberikan berbagai hadiah. Hadiah yang diberikan tidak hanya untuk anak-anak melainkan juga untuk orang tua yang hadir saat itu.

Acara nonton bareng berlangsung sangat meriah. Kami tak menyangka apresiasi masyarakat terhadap kegiatan KITA sangat diluar prediksi. Sebelumnya kami hanya memberitahukan pada anak-anak yang kami temui di sekolah atau di jalan. Namun yang datang bukan hanya mereka yang kami temui saja, tapi mereka turut membawa keluarga dan sanak saudaranya. Mereka datang berbondong-bondong layaknya menghadiri pesta rakyat yang berlangsung megah. Pusat desa yang hanya berupa pertigaan jalan yang merupakan persimpangan dari dua desa yang bersebelahan dipenuhi oleh warga dari berbagai desa terdekat. Oleh karena itu, setelah film pertama selesai, kami pun memutarkan sebuah film lagi, mengingat momen ini jarang sekali bagi mereka. Film berikutnya yang diputar yaitu Merah Putih 2, sebuah film perjuangan pribumi melawan penjajahan Belanda kala itu. Menjelang tengah malam film kedua berakhir. Setelah itu kami bebenah dan kembali ke base camp untuk istirahat, karna besok paginya kami harus segera kembali ke Bandung.

Esok paginya, kami bangun lebih awal dari hari sebelumnya karena jam delapan pagi kami harus segera meninggalkna Naringgul untuk mampir ke pantai Wijayanti sebelum kembali ke Bandung. Namun, Pak Catim yang baru sempat lagi menemui KITA saat itu mengajak kami berbincang hingga lebih dari jam delapan. Kami pun tak bisa memotong begitu saja, mengingat beliau tuan rumah sekaligus sesepuh disini dan banyak informasi yang bisa didapat darinya. Dalam perbincangan pagi itu, ia berpesan kepada sahabat KITA yang semuanya mahasiswa untuk menjaga nama baik almamater dan keluarganya. Karena bagi sebagaian masyarakat, image mahasiswa adalah anak muda yang memiliki emosi yang tak terkendali seperti arogan. Hal ini terjadi akibat akhir-akhir ini banyak pemberitaan tentang demo mahasiswa yang berakhir ricuh.

Usai bincang pagi bersama Pak Catim, kami pun segera sarapan. Sarapan kali ini kembali istimewa. Jika kemarin kami di beri tambahan lauk sate maranggi, pagi ini kami diberi gulai jeroan sapi. Masakan ibu memang tiada duanya. Tanpa malu-malu kami menyantapnya dengan semangat 45. Setelah makan kami pun segera bersiap-siap untuk pulang. Ibu Catim sangat sedih melihat kepergian kami. Saat berpamitan, Bu Catim memeluk Sitta dan terlihat cucuran air mata dari keduanya dan beberapa sahabat KITA yang ada saat itu. Hanya dua hari kami tinggal bersama di rumah itu, namun rasanya sudah lama tinggal disana.

Tak lupa, sebelum kami meninggalkan Naringgul, kami berfoto dengan warga disana. Kebetulan saat kami hendak pulang, ada warga yang tengah menyiapkan pesanan sate maranggi. Kami pun mengajak mereka untuk berfoto bersama sebagai dokumntasi dan kenangan dari Naringgul. Setelah puas berfoto, kami pun segera melanjutkan perjalanan menuju panatai Wijayanti. Dari keterangan warga, dibutuhkan waktu 2 jam untuk sampai disana dan medannya pun cukup sulit dilalui karna keadaan jalan yang rusak.

Setelah dua jam perjalanan, akhirnya KITA pun sampai di pantai Wijayanti. Jalan menuju pantai tersebut sangat menegangkan karna jika melihat sebelah kanan jalan, maka ada jurang dibawah sana dan sebelah kiri ada tebing yang tinggi. Lebar jalan pun hanya bisa di lalui oleh satu kendaraan, jika ada kendaraan lain yang kebetulan berpapasan, maka dibutuhkan teaga ekstra untuk bisa mengatasinya. Setelah sampai, kami pun langsung menikmati keindahan pantai di selatan Cianjur yang belum terjamah oleh tangan-tangan nakal manusia yang tak bertanggung jawab. Maman adalah salah satu dari sahabat KITA yang paling eksis berfoto.
Maklum saja, selain hobinya bernyanyi, akhir-akhir ini ia juga sering diminta untuk menjadi model sebuah produk. Puas bercengkrama dengan ombak, kami pun langsung makan siang di pingir pantai. Bekal yang dibawa pun habis tak bersisa kecuali bungkus nasi. Karna hari semakin sore dan ombak pun kian tinggi kami pun segera naik dan kembali menuju Bandung.


Baju masih basah, namun Ardi mengatakan kita akan mencari tempat untuk bilas yang lebih enak, tidak di sekitar pantai tersebut. Sepanjang perjalanan kembali ke Naringgul, tak ditemukan masjid besar yang tentunya ada fasilitas kamar mandi. Hingga melewati rumah Pak Catim kami tetap belum menemukan tempat untuk bilas. Hingga akhirnya kami menemukan air terjun yang berada dipinggir jalan. Tanpa buang waktu, kami pun segera mandi disana. Kesejukan air gunung, membuat kami lupa bahwa banyak kendaraan yang lalu lalang disana. Bahkan Epul dan sahabat KITA yang laki-laki pun unjuk gigi yang lebih pantas disebut kontes pria berbadan tambun. Hanya Rudi saja yang tak ikut dalam sesi itu, mungkin karna ia malu dengan badannya yang tak setambun yang lain kecuali Epul.

Setelah itu kami pun segera berganti baju di musolah yang tak jauh dari sana. Usai sholat ashar, kami pun langsung menuju Bandung lewat Ciwidey. Hari menjelang malam. Setelah melalui jalan yang berliku dan terjal, kami harus dihadapkan oleh awan yang turun. Tepat waktu adzan magrib. Awan perlahan turun. Udara semakin menusuk hingga ketulang meski sudah mengenakan jaket. Tak adanya penerangan sedikitpun kecuali lampu dari mobil. Jarak pandang yang hanya 3 meter pun semakin menyulitkan. Sahabat KITA yang lain membantu dengan doa. Semua terlihat tegang dan panik. Tiga puluh menit kemudian akhirnya awan yang menutupi pandangan hilang. Setelah menemukan masjid dipinggir jalan, kami pun segera melaksanakan sholat magrib dan isya. Usai shalat berjamaah di mesjid di kawasan Ciwidey, kami pun segera kembali ke Bandung. Menjelang tengah malam kami sampai di Bandung. Rupanya kota kembang itu tengah di guyur hujan. Dimas dan Ardi pun mengantar sahabat KITA hingga ke rumahnya masing-masing. 

Safari Desa perdana ini terbilang sukses. Banyak hikmah dan pelajaran yang dapat diambil dari perjalanan tiga hari dua malam ini. Walaupun baru pertama bertemu, para sahabat KITA sudah sangat kompak dalam menjalankan program ini. Semoga untuk kegiatan mendatang akan lebih sukses!!! -aafy-

KITA! 
KITA!! 
KITA!!!
INDONESIA...!!!!!

****









0 komentar: